Selasa, 31 Januari 2012

PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEARSIPAN PERGURUAN TINGGI

Yohannes Suraja
ASMI Santa Maria Yogyakarta

Setiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta telah melaksanakan kearsipan. Namun demikian mereka tidak terbebas dari kekurangan dalam praktik. Kekurangan-kekurangan berikut dapat terjadi meski kadarnya berbeda antar perguruan tinggi, tergantung pada kemajuan manajemen kearsipannya masing-masing. Misalnya pembuatan arsip masih dilakukan tanpa perencanaan, struktur isinya tidak sistematis; isinya tidak memuat data atau informasi yang memadai; penerimaan surat dan dokumen yang berasal dari luar organisasi/instansi tidak selalu dicatat sehingga ketika ditanyakan dan dicari keberadaannya, surat dan dokumen tidak terpantau, dan dengan demikian pemrosesan surat dan dokumen tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, di mana keberadaan surat atau dokumen yang dimaksud tidak jelas. Masalah lain yang mungkin terjadi yaitu penyimpanan surat-surat yang tidak berguna menjadi satu dengan dokumen atau arsip penting; penyimpanan arsip tidak sistematis; tidak pernah dilakukan penyusutan arsip, arsip dibiarkan berdesakan di almari arsip bahkan tertumpuk di atas lantai, meja dan almari. Situasi ini menyebabkan arsip mudah rusak, hilang, atau mempersulit pencarian dan penemuan kembali bilamana dibutuhkan. Permasalahan kearsipan di setiap perguruan tinggi seperti itu, sedikit atau banyak, tidak dapat dibiarkan. Setiap perguruan tinggi harus mengupayakan perubahan atau pengembangan manajemen kearsipan yang menjamin pelaksanaan kearsipan yang efisien dan efektif, dokumen atau arsip penting disimpan secara sistematis, terpelihara dan terjaga, sehingga bilamana dibutuhkan dapat disediakan pada waktunya. Bagaimana pengembangan manajemen arsip perguruan tinggi dilakukan agar perguruan tinggi mempunyai manajemen kearsipan yang lebih baik dan semakin terbebas dari berbagai permasalahan atau kekurangan seperti itu? Tulisan ini bermaksud memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut dengan pendekatan penerapan fungsi-fungsi manajemen untuk menata arsip perguruan tinggi.
Perencanaan Kearsipan
Perencanaan adalah fungsi manajemen yang pertama yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan. Dalam kaitannya dengan kearsipan, dalam fungsi ini dirumuskan tujuan yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, termasuk prosedur dan metode kerjanya, pejabat dan personil beserta persyaratan atau kualifikasinya, barang-barang baik bahan maupun peralatan, serta dana yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan kearsipan.
George R. Terry (Winardi, 1979 : 175) mengklasifikasikan perencanaan terdiri dari perencanaan strategik, perencanaan taktis, dan perencanaan khusus/operasional. Perencanaan strategik menjadi tanggungjawab manajer puncak/atas. Oleh karena itu di perguruan tinggi, rektor universitas atau institut, ketua sekolah tinggi, dan direktur politeknik ataupun akademi harus menentukan rencana strategik kearsipan yang berlaku bagi perguruan tingginya. Di tingkat menengah, ketua lembaga kearsipan dibantu oleh para arsiparis dan para kepala unit kearsipan merumuskan kebijakan sistem pengelolaan arsip statis dan inaktif, serta pembinaan bagi unit kearsipan di setiap unit kerja perguruan tinggi termasuk pembinaan bagi sumberdaya manusia yang bekerja di bidang kearsipan. Di tingkat bawah, kepala unit kearsipan di setiap unit kerja langsung melakukan perencanaan kerja operasional atau kerja teknis berkenaan dengan penciptaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan, penyimpanan, dan penyusutan arsip.
Dalam perencanaan ini pula dilakukan penyusunan pedoman penciptaan arsip, prosedur pendistribusian, prosedur pengaksesan, pedoman pemeliharaan, prosedur dan metode penyimpanan, dan prosedur penyusutan arsip. Di samping itu disusun daftar klasifikasi arsip, dan jadwal retensi arsip. Untuk penyusunan jadwal retensi arsip, perguruan tinggi dapat menggunakan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 145/U/2004 tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan dan Kepegawaian; atau menggunakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif dan Fasilitatif di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Jadwal retensi tersebut berguna untuk menentukan pelaksanaan pemindahan arsip dari tempat penyimpanan arsip aktif ke tempat penyimpanan inaktif, dan menentukan nilai guna arsip untuk memutuskan apakah arsip harus disimpan selamanya sebagai arsip abadi atau arsip statis, atau dimusnahkan.
Kedua peraturan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun daftar klasifikasi arsip, karena di dalamnya telah termuat uraian tentang jenis arsip yang rinci. Jenis arsip keuangan misalnya terdiri dari rencana anggaran pendapatan dan belanja, penyusunan anggaran, belanja, bantuan/pinjaman luar negeri, pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja/dana pinjaman/hibah luar negeri, implementasi sistem akuntasi, dan pertanggungjawaban keuangan, beserta rinciannya masing-masing.
Jenis arsip kepegawaian meliputi formasi pegawai, penerimaan pegawai, pengangkatan pegawai, pembinaan karir pegawai, penyelesaian pengelolaan keberatan pegawai, mutasi pegawai, administrasi pegawai, kesejahteraan pegawai, proses pemberhentian pegawai/pensiun, keputusan pemberhentian pegawai/pensiun, perselisihan/sengketa kepegawaian, pemberian tanda jasa/penghargaan, data kepegawaian, dokumentasi kepegawaian, dan berkas perorangan pegawai.
Jenis arsip substantif perguruan tinggi yang dimaksud yaitu tentang perkuliahan/penyelenggaraan pendidikan, kemahasiswaan, sarana dan prasarana pendidikan, ijazah dan transkrip, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, alumni, tenaga pengajar, data dan statistik, dan program studi, dengan rinciannya masing-masing (submasalah dan sub-submasalah).
Sedangkan jenis arsip fasilitatif terdiri dari bidang hukum, kerjasama, hubungan masyarakat, perencanaan, perlengkapan, ketatausahaan, informatika, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pengawasan yang masing-masing beserta rinciannya.
Daftar klasifikasi arsip perlu dibuat karena selalu digunakan dalam manajemen kearsipan atau dalam pelaksanaan penciptaan, pendistribusian, penggunaan atau akses, pemeliharaan, penyimpanan, dan penyusutan arsip. Misalnya ketika menciptakan dokumen, petugas akan menentukan nama/sebutan perihalnya (permasalahan pokok, permasalahan, submasalah), ketika mencatat pendistribusian baik pengiriman maupun penerimaan dokumen petugas juga harus menentukan perihal dokumen, kodenya, dan hal lain yang perlu dicatat.

Pengorganisasian Arsip Perguruan Tinggi
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien (Handoko, 1986 :168). Setiap perguruan tinggi perlu melakukan pengorganisasian lembaga kearsipan dan hubungannya dengan unit kearsipan di setiap unit kerja, dan dengan semua unit kerja yang ada di lingkungan perguruan tingginya. Untuk mengembangkan atau mengatur pengorganisasian lembaga kearsipan dengan unit kearsipan di setiap unit kerja, dan dengan semua unit kerja lainnya, pimpinan perguruan tinggi dan para pejabat yang diajakserta menentukan pengorganisasian ini, dapat mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, yang salah satu unsurnya mengatur perihal penyelenggaraan arsip perguruan tinggi. Di dalam peraturan ini terdapat misi yang harus diemban oleh setiap perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kearsipan perguruan tinggi (Pasal 6 ayat 4). Untuk menyelenggarakan kearsipannya, perguruan tinggi membentuk arsip perguruan tinggi. Yang dimaksud arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan organisasi perguruan tinggi, yang melaksanakan fungsi dan tugas penyelenggaraan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi (Pasal 1 ayat 16).
Dinyatakan bahwa perguruan tinggi negeri wajib membentuk arsip perguruan tinggi (Pasal 27 ayat 2 dan penjelasannya), sedangkan pembentukan arsip perguruan tinggi di lingkungan perguruan tinggi swasta diserahkan kepada kebijakan internal perguruan tinggi yang bersangkutan (Penjelasan Pasal 27 ayat 2). Dengan demikian bagi perguruan tinggi swasta pembentukan lembaga kearsipan di lingkungan perguruan tingginya diserahkan kepada kebijakan internal masing-masing. Namun demikian, melihat dan mempertimbangkan mulianya tujuan pendirian lembaga kearsipan di perguruan tinggi, kiranya pihak-pihak pengambil keputusan seperti pengurus yayasan dan pimpinan perguruan tinggi swasta akan mengambil keputusan untuk mendirikan atau membentuk lembaga kearsipan dan unit kearsipan di setiap unit kerja di lingkungan perguruan tingginya.
Pendirian lembaga kearsipan di perguruan tinggi negeri dan swasta bertujuan untuk menyelamatkan arsip penting yang berkaitan dengan bukti status intelektualitas serta pengembangan potensi yang melahirkan inovasi dan karya-karya intelektual lainnya, yang berkaitan dengan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan pengabdian masyarakat (Penjelasan pasal 16 ayat 3 d).
Ketentuan-ketentuan dan pemikiran tentang pembentukan lembaga kearsipan di setiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta tersebut mendorong pembentukan dan pemilikan lembaga kearsipan di tingkat perguruan tinggi, dan unit kearsipan di setiap unit kerja yang ada di perguruan tinggi yang bersangkutan. Hal ini memungkinkan penyelenggaraan kearsipan di setiap perguruan tinggi mempunyai wadah dan media pelaksanaannya.
Dalam undang-undang tersebut juga diatur pembagian kerja antara lembaga arsip perguruan tinggi dan unit kearsipan atau pencipta arsip di unit kerja/unit pengolah yang dapat menjadi pedoman pembagian kerja. Ketentuan pengelolaan arsip khususnya yang berkenaan dengan pengorganisasian dan pembagian kerja ini tersurat pada pasal 9. Pengelolaan arsip dilakukan terhadap arsip dinamis dan arsip statis (ayat 1). Pengelolaan arsip dinamis terdiri arsip vital, arsip aktif; dan arsip inaktif (ayat 2). Pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab pencipta arsip (ayat 3). Dan pengelolaan arsip statis menjadi tanggung jawab lembaga kearsipan (ayat 4).
Pencipta arsip/unit kearsipan di setiap unit kerja perguruan tinggi seperti di fakultas, lembaga penelitian, dan lembaga pengabdian masyarakat melakukan pengelolaan arsip dinamis. Pengelolaan arsip dinamis dilakukan terhadap arsip vital, arsip aktif, dan arsip inaktif. Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui, dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun (Pasal 1 ayat 3, 4 dan 5).
Tujuan dari pengelolaan arsip dinamis adalah untuk menjamin ketersediaan arsip dalam penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan : andal; sistematis; utuh; menyeluruh; dan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (Pasal 40 ayat 1). Selain itu juga untuk menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip (pasal 40 ayat 5).
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengelolaan arsip dinamis dilakukan melalui kegiatan-kegiatan : penciptaan, penggunaan, pemeliharaan dan penyusutan arsip (pasal 40 ayat 2).
Lembaga arsip perguruan tinggi mempunyai fungsi utama mengelola arsip statis yang tercipta atau diterima oleh perguruan tinggi. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga kearsipan.
Arsip perguruan tinggi wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diterima dari : satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi; dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi (pasal 27 ayat 4); melaksanakan pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi; dan melaksanakan pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan (pasal 28).
Pada pasal 59 dinyatakan bahwa pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (ayat 1). Pengelolaan arsip statis meliputi: akuisisi arsip statis; pengolahan arsip statis; preservasi arsip statis; dan akses arsip statis (ayat 2). Fungsi ini yang menjadi tanggungjawab lembaga arsip perguruan tinggi.

Penggerakan Pelaksanaan Pekerjaan

Pengembangan manajemen arsip perguruan tinggi tidak cukup dilakukan dengan perencanaan dan pengorganisasian saja. Memang diakui bahwa usaha-usaha perencanaan dan pengorganisasian bersifat vital, tetapi tidak akan ada output konkrit yang dihasilkan tanpa implementasi aktivitas-aktivitas yang diusahakan. Untuk maksud itu diperlukan tindakan penggerakan (actuating) atau usaha untuk menimbulkan tindakan (action). Penggerakan adalah usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran (tujuan) oleh karena para anggota itu ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut (Terry dalam Winardi, 1979 : 297).
Dalam melakukan penggerakan ini, berbagai kemungkinan fungsi dilakukan oleh kepala lembaga arsip/kepala unit kearsipan kepada para pegawainya, yaitu fungsi pengarahan, kepemimpinan, komunikasi, dan pemberian motivasi. Dengan pengarahan, kepada para pegawai diterangkan dan ditunjukkan berbagai pekerjaan kearsipan dan arah tujuan yang hendak diwujudkan melalui pekerjaan dan tugas-tugas. Pada fungsi kepemimpinan, para pegawai dipengaruhi, didekati, dibimbing, dibantu, dan dibina sehingga terdorong/tergugah untuk bekerja melakukan berbagai tugas kearsipan. Dengan berkomunikasi, pegawai menerima ide-ide, menerima saran-saran, dan informasi sehingga terjadi persepsi dan pemahaman yang sama antara pimpinan dan pegawai. Pada fungsi memotivasi, para anggota dipenuhi kebutuhannya, dihargai prestasi kerjanya, atau mungkin pula diberi sanksi bila melakukan pelanggaran disiplin kerja.
Menggunakan istilah yang digunakan di dalam UU Nomor 43 Tahun 2009, penggerakan itu dapat dilakukan dengan melakukan pembinaan, pengembangan sumber daya manusia dan sarana prasarana. Pembinaan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi terhadap satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi (Pasal 8 ayat 4). Pengembangan sumber daya manusia terdiri atas arsiparis dan sumber daya manusia yang lain sehingga memiliki kompetensi dan profesionalitas di bidang kearsipan. Lembaga kearsipan nasional melaksanakan pembinaan dan pengembangan arsiparis melalui upaya: pengadaan arsiparis; pengembangan kompetensi dan keprofesionalan arsiparis melalui penyelenggaraan, pengaturan, serta pengawasan pendidikan dan pelatihan kearsipan; pengaturan peran dan kedudukan hukum arsiparis; dan penyediaan jaminan kesehatan dan tunjangan profesi untuk sumber daya kearsipan (Pasal 30).
Pengembangan sarana prasarana kearsipan dilakukan dengan mengatur standar kualitas dan spesifikasi (Pasal 31). Pencipta arsip dan lembaga kearsipan menyediakan sarana prasarana kearsipan sesuai dengan standar kearsipan untuk pengelolaan arsip, dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi(Pasal 32).
Semua bentuk penggerakan seperti pengarahan, kepemimpinan, komunikasi, pemberian motivasi, pembinaan, pengembangan sumber daya manusia dan sarana prasarana tersebut dapat mempengaruhi pejabat dan pegawai di lembaga dan unit kearsipan perguruan tinggi sehingga semakin mampu dan mau berusaha melaksanakan pekerjaan dan tugas-tugas kearsipan.
Pengawasan Bidang Kearsipan
Pengawasan (controlling) adalah memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan dan prestasi kerja, dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Dan pengawasan yang efektif membantu usaha-usaha untuk mengatur pekerjaan yang direncanakan guna memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut berlangsung sesuai dengan rencana (Terry dalam Winardi, 1979 : 379, 380).
Untuk pengembangan manajemen kearsipan perguruan tinggi fungsi pengawasan tersebut juga perlu dilakukan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, setiap pegawai mengendalikan, melihat dan menilai pelaksanaan kerjanya sendiri. Pimpinan perlu memberikan dorongan kepada anak buahnya untuk bersikap demikian. Kedua, pengawasan dapat dilakukan pimpinan atau kepala lembaga/unit kearsipan kepada para pegawainya dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini pimpinan mengawasi pelaksanaan dan prestasi kerja kearsipan anak buahnya. Ketiga, pengawasan atau monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan oleh tim tenaga pengawas yang dikoordinir oleh kepala pusat jaminan mutu masing-masing perguruan tinggi jika sudah ada. Tim monev ini melakukan pengawasan fungsional karena secara khusus ditugaskan untuk itu.
Pengawasan dapat dilakukan sebelum, pada waktu bersamaan, dan/atau sesudah pelaksanaan pekerjaan (Handoko, 1988 : 361). Pengawasan sebelum pelaksanaan pekerjaan disebut juga pengawasan pendahulun (feedforward control, steering control). Ini dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan rencana, standar, atau tujuan, dan dengan demikian memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu dilaksanakan dan diselesaikan.
Pengawasan dapat dilaksanakan pada waktu bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control, screening control) atau dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Ini dimaksudkan agar setiap prosedur dan metode pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan dipenuhi (benar, baik, memenuhi syarat), sehingga terjamin ketepatan semua prosedur dan metode pelaksanaan kegiatan hingga selesai.
Pengawasan yang dilakukan sesudah pelaksanaan pekerjaan disebut juga pengawasan umpan balik (feedback control, post-action controls). Ini mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan, sehingga tidak memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi untuk kegiatan yang telah dirampungkan tersebut, kecuali hasil pengawasan ini hanya berguna sebagai masukan (feedback) untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang.
Tipe pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan dan pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan waktu pelaksanaan kegiatan merupakan jenis pengawasan yang sebaiknya dilakukan untuk mengembangkan manajemen kearsipan, karena kedua tipe pengawasan ini memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan pengelolaan arsip baik pengelolaan arsip dinamis maupun pengelolaan arsip statis perguruan tinggi.
Demikianlah fungsi-fungsi manajemen yang dapat diterapkan untuk mengembangkan manajemen kearsipan perguruan tinggi. Berdasarkan pengalaman kemajuan dan perkembangan yang dialami oleh berbagai organisasi dan perusahaan yang disebabkan profesionalisme atau kompetensi manajemen dari jajaran pimpinannya, maka perguruan tinggi juga bisa berharap bahwa pembangunan, kemajuan, dan pengembangan kinerja lembaga dan unit kearsipannya akan dapat dicapai akibat dari penerapan fungsi-fungsi manajemen secara profesional/kompeten di perguruan tinggi termasuk di lembaga dan unit kearsipan oleh para pimpinannya.

DAFTAR PUSTAKA


Arsip Nasional Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Jakarta, 2009

Departemen Pendidikan Nasional, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 145/U/2004 tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan dan Kepegawaian di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2005

Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif dan Fasilitatif di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, Jakarta, 2006

Handoko, Hani T., Manajemen, LMP2M AMP YKPN dan BPFE UGM, Yogyakarta, 1988

Terry, George R., Asas-Asas Menejemen, Terjemahan Winardi, Penerbit Alumni, Bandung, 1979

Tidak ada komentar:

Posting Komentar