Rabu, 01 Februari 2012

KUALITAS LAYANAN ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI

UPAYA MANAJEMEN MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI

Yohannes Suraja
ASMI Santa Maria Yogyakarta

Abstract

This paper is meant to explain that management of the higher education institutions i.e. the rector of university or the institute, the head of ‘sekolah tinggi’, the director of polytechnic or the academy, the dean of faculty and their assistants, and the chiefs of the administration bureaus have an obligation to increase the service quality of their administrative office. The service quality of the administrations can be seen from the form, reliability, responsiveness, accuracy, and emphaty dimensions when the service of administrative is done.

From the theoretical aspect, each of the top leaders of higher education institutions and the assistants can take the strategic planning as decision making about the goal, activities,choosing the chief of administrative office department, personnels of administrative office department and their prerequisites, and the equipments that are used to do the administrative work at their work environment.

In the faculty of each universities or institutes, the dean and his/her assistant as the middle management level at the university or institutes has to account to control the implementations of the administrative work policy of top management level. The chiefs of each administrative bureaus or departments at the higher education institutions as the manager of operational or lower management level in the administrative work have to account the perfomance of paper work (office work) in each of her/his bureaus and departments.

All of the higher education institutions management level are important to have the managership and leadership capabilities. Managership is the authority to carry out management functions, and leadership is the capability to influence the others for working to achieve the organisational goals. With those factors they can assure the increasing of the administrative office service quality at their higher education institutions.

Key words : Quality of administrative office service, the effort of the higher education institution management levels, managership, leadership capability.

A. Pendahuluan
Pelaksana administratif di perguruan tinggi menjadi suatu unsur yang harus diperhatikan keberadaannya guna mendukung dan memperlancar unsur-unsur lain yang ada di perguruan tinggi seperti dewan penyantun, pimpinan, tenaga pengajar (dosen), senat, pelaksana tri dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat), dan unsur penunjang seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel, kebun percobaan dan pusat komputer (lihat Pasal 27 PP 60 tahun 1999), serta mahasiswa dan masyarakat lain di dalam melaksanakan dan menyelesaikan aktivitas, fungsi, tugas dan masalah masing-masing.
Kegiatan administratif selalu menyertai unsur-unsur perguruan tinggi tersebut sebelum, sedang, dan sesudah pelaksanaan tanggungjawabnya. Menurut Geoffrey Mills dan Oliver Standingford seperti dikatakan oleh The Liang Gie (1988:25), setiap kantor (sekretariat, biro, bagian, subbagian, urusan) yang mengemban fungsi administratif itu mempunyai fungsi penyediaan suatu pelayanan komunikasi, warkat (catatan, rekaman data dan informasi), dan harta benda organisasi. Bagi perguruan tinggi, dukungan kantor sebagai pelaksana administratif dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan aktivitas unsur-unsur perguruan tinggi, mahasiswa dan masyarakat yang membutuhkan.
Setiap unsur pelaksana administratif perguruan tinggi harus melaksanakan fungsinya dengan berkualitas baik-sangat baik, agar unsur-unsur perguruan tinggi tersebut, juga mahasiswa dan masyarakat yang membutuhkan pelayanannya merasa puas, karena fungsi, tugas, dan kebutuhannya sungguh dapat dipenuhi dan lancar.
Kualitas pelayanan pelaksana administratif perguruan tinggi dapat dilihat dari beberapa segi: wujud, keandalan, daya tanggap, kepastian, dan tingkat empati seperti yang dikemukakaan oleh Leonard Berry, A. Parasuraman, dan Valarie Zeithmal (McLeod, 1996, 101). Unsur-unsur perguruan tinggi seperti dewan penyantun, pimpinan, tenaga pengajar, senat, pelaksana tri dharma, unit penunjang, mahasiswa dan masyarakat yang mempunyai relasi dengan perguruan tinggi merasakan atau mengalami kualitas pelayanan pelaksana administratif dari berbagai segi tersebut. Dari segi wujudnya, apakah fasilitas (perlengkapan, peralatan) yang digunakan dalam pelayanan administratif itu jenisnya lengkap, jumlahnya cukup, keadaannya baik dan sesuai dengan perkembangan teknologi perkantoran? Apakah pegawai unsur pelaksana administratif itu memiliki performansi yang baik, mampu, andal dan mau melaksanakan tugasnya masing-masing dengan memperhatikan prosedur dan metode yang baik dan efisien? Apakah mereka melaksanakan pekerjaan secara konsisten, akurat? Apakah mereka melayani pimpinan dan unsur lain yang membutuhkan dengan cepat dan responsif? Apakah tindakan dan penampilannya sopan dan terpelajar, menampilkan kepercayaan dan keyakinan? Apakah mereka menunjukkan perhatian yang tulus kepada setiap unsur yang membutuhkan pelayanannya?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat pada fakta di lapangan. Sebagai perguruan tinggi di negara yang sedang berkembang yang kualitas sumberdaya manusianya juga belum memiliki kesadaran, pengetahuan, pemahaman dan kebiasaan sesuai tuntutan manajemen modern dan kebiasaan baik yang dimiliki negara maju, maka keadaan pelayanan administrasi berbagai organisasi baik pemerintah atau pun swasta, dalam hal ini khususnya pelayanan administrasi perguruan tingginya juga bervariasi dari yang kurang sampai yang sudah baik.
Menurut pengamatan penulis, tidak sedikit perguruan tinggi yang memiliki kualitas pelayanan administratif yang kurang. Ada unit administrasi perguruan tinggi yang memiliki fasilitas yang pas-pasan macamnya, jumlahnya, keadaannya dan belum sesuai dengan perkembangan teknologi perkantoran modern. Pegawai administratinya tampak tidak memiliki performansi yang baik, tidak dapat diandalkan dalam bekerja, dan bekerja menurut kemauan tanpa memperhatikan prosedur dan metode yang baik dan efisien. Mereka melaksanakan pekerjaan secara tidak konsisten dan tidak akurat. Melayani pimpinan dan unsur lain yang membutuhkan dengan lamban dan tidak responsif. Tindakan dan penampilannya tidak sopan, tidak terpelajar, tidak menampilkan kepercayaan dan keyakinan diri. Ada di antara mereka yang menunjukkan kurang perhatian yang tulus kepada setiap unsur yang membutuhkan pelayanannya, dan sebagainya.
Kualitas pelayanan unsur pelaksana administratif perguruan tinggi yang terbentang dari kontinuum tingkat rendah (tidak berkualitas) sampai dengan tingkat tinggi (sangat berkualitas) tergantung pada berbagai faktor seperti kemampuan manajemen perguruan tinggi, latar belakang pegawai, dan besarnya dukungan dana. Namun Menurut Edwards Deming (McLeod,1996:103) yang menentukaan kualitas adalah manajemen, dan bukan pekerja. Sebab kemampuan manajemen dan kepemimpinan adalah alat-alat manajemen yang digunakan manajer yang dapat mempengaruhi perilaku para pegawainya untuk mencapai tujuan organisasi (Chung dan Megginson,1981:280). Di samping itu, manajemen perguruan tinggi juga mempunyai wewenang mengerahkan fasilitas, peralatan dan perlengkapan untuk dipergunakan dalam pelayanan, dan dengan demikian menentukan kualitas pelayanan administratif perguruan tinggi pula.
Lebih lanjut tulisan ini akan menguraikan bagaimana manajemen perguruan tinggi berusaha meningkatkan kualitas pelayanan unsur pelaksana administratifnya dan faktor kemampuan apa yang mendasari manajemen memiliki orientasi dan kesanggupan untuk mengelola unsur pelaksana administratif sehingga dapat memberikan pelayanan berkualitas?

B. Pembahasan
1. Kualitas Pelayanan Pelaksana Administratif Perguruan Tinggi
Setiap perguruan tinggi baik universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik ataupun akademi mempunyai unsur pelaksana administratif. Satuan pelaksana administratif pada perguruan tinggi menyelenggarakan pelayanan teknis dan administratif yang meliputi administrasi akademik, administrasi keuangan, administrasi umum, administrasi kemahasiswaan, administrasi perencanaan dan sistem informasi. Pimpinan satuan pelaksana administratif diangkat dan bertanggungjawab langsung kepada pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan (Pasal 33).
Satuan pelaksana yang menyelenggarakan kegiatan administrasi pada universitas atau institut berbentuk biro, yang dipimpin oleh kepala biro (Pasal 55). Sedangkan di tingkat fakultas, unsur pelaksana administratif adalah bagian tatausaha (Pasal 45). Demikian juga di sekolah tinggi (Pasal 59), politeknik (Pasal 74), dan akademi (Pasal 87) unsur pelaksana administratif adalah bagian, yang kemudian disebut bagian administrasi seperti bagian administrasi akademik, bagian administrasi kemahasiswaan, bagian administrasi umum dan sebagainya.
Pelayanan administratif diberikan kepada setiap unsur yang ada di perguruan tinggi seperti dewan penyantun, pimpinan dan pembantunya, dosen, pelaksana akademik atau tri dharma perguruan tinggi, dan unsur penunjang sesuai kebutuhan masing-masing.
Seperti diungkapkan di atas, menurut Geoffrey Mills dan Oliver Standingford (dalam The Liang Gie,1988, 25) setiap kantor (sekretariat, biro, bagian, subbagian, urusan) yang mengemban fungsi administratif mempunyai fungsi penyediaan suatu pelayanan komunikasi, warkat (catatan, rekaman data dan informasi), dan harta benda organisasi. Pelayanan yang diberikan dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan aktivitas unsur-unsur perguruan tinggi, mahasiswa dan masyarakat yang membutuhkan.
Konsep kualitas pelayanan pelaksana administratif perguruan tinggi dalam hal ini berkenaan dengan pelayanan komunikasi, warkat, dan pengurusan harta benda di setiap satuan (unsur) organisasi perguruan tinggi. Kualitas adalah tingkat kebaikan atau tingkat pemilikan nilai-nilai tertentu (Hornby,1986:685, 994). Dengan demikian kualitas pelayanan pelaksana administratif perguruan tinggi adalah tingkat kebaikan kepemilikan nilai-nilai dalam pelayanan komunikasi, warkat, dan pengurusan harta benda pada setiap satuan (unsur) organisasi perguruan tinggi.
Leonard Berry, A. Parasuraman, dan Valarie Zeithmal (McLeod 1996:101) mengidentifikasi dimensi-dimensi kualitas jasa yang terdiri dari wujud, keandalan, daya tanggap, kepastian dan empati.
Dimensi wujud kualitas pelayanan pelaksana administratif adalah hal-hal yang dilihat oleh pemakai jasa ketika layanan sedang dikerjakan. Ini meliputi unsur-unsur fasilitas (perlengkapan, peralatan) dan pegawai.
The Liang Gie (1988 : 243) mengklasifikasikan perbekalan (perlengkapan, peralatan) tatausaha atau kantor sebagai berikut :
a. Barang lembaran seperti kertas tik, karbon, berkas.
b. Barang bentuk lainnya seperti lim, karet penghapus, tinta.
c. Alat tulis seperti potlot, pulpen, cap nomor.
d. Alat keperluan lainnya seperti pencabut jepitan kawat, jepitan kawat, mistar, bantalan cap.
e. Mesin perkantoran misalnya mesin tik, mesin hitung, mesin stensil.
f. Perabot perkantoran seperti meja, lemari, peti besi.
g. Perlengkapan lainnya seperti lampu, permadani, kipas angin.
Meskipun beberapa perbekalan kantor yang dikemukakan di atas pada masa sekarang ini sudah tidak sesuai dan tidak dipakai, tetapi penggolongan perbekalan kantor atau pelaksana administratif tersebut bermanfaat untuk kepentingan studi dan pemahaman administrasi seperti ini. Sedangkan alat-alat dan mesin kantor modern yang bersifat elektrik seperti mesin tik, mesin hitung, mesin pengganda (fotokopi; komputer dan jaringan komputer) harus dimasukkan dalam model klasifikasi tersebut. Perbekalan unsur pelaksana administratif perguruan tinggi perlu diusahakan lengkap macamnya. Artinya, semua barang, alat, mesin, perabotan, dan perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas administrasi tersedia sehingga operasionalisasi tugas-tugas administratif lancar dan tidak tertunda; jumlahnya mencukupi sesuai volume pekerjaan dan jumlah pegawai; kondisinya baik atau tidak rusak sehingga dapat dioperasikan; dan mengikuti perkembangan teknologi perkantoran modern seperti dibangun dan dipergunakannya sistem informasi administratif dengan jaringan komputer. Di samping itu juga perlu memiliki ruang yang memadai. Tentang persyaratan ruang ini, dalam Lampiran Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 222/U/1998 Tanggal 7 September 1998 dikemukakan bahwa persyaratan minimal sarana dan prasarana ruang kantor akademi, politeknik, dan sekolah tinggi adalah 100 meter persegi, sedangkan di institut dan universitas adalah 200 meter persegi.
Sedangkan pegawai yang merupakan unsur wujud atau hal yang dilihat oleh pemakai jasa atau layanan pelaksana administratif yang harus ada di bagian administrasi antara lain pegawai administrasi akademik; pegawai administrasi kemahasiswaan; pegawai administrasi umum yang mengurusi kepegawaian, keuangan, perbekalan, dan surat menyurat; pegawai administrasi perencanaan dan sistem informasi (bandingkan Pasal 33 PP No. 60 tahun 1999). Jadi setiap bagian administrasi harus ada pegawai yang bertanggungjawab dan melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing. Persyaratan minimal jumlah dan kualifikasi tenaga administrasi dan penunjang akademik di setiap bentuk perguruan tinggi harus diusahakan untuk dipenuhi. Tetapi juga sebaiknya tidak terlalu banyak, sehingga menyebabkan beban berat, biaya tinggi, dan menjadi salah satu sumber pemborosan sumber daya. Persyaratan minimal tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Akademi, politeknik, dan sekolah tinggi memiliki tenaga administrasi dengan jumlah minimal 3 orang, terdiri dari 1 orang berpendidikan D-III dan 2 orang berpendidikan SMTA.
(b) Institut dan universitas memiliki tenaga administrasi dengan jumlah minimal 6 orang, terdiri dari 1 orang berpendidikan S-1, 2 orang berpendidikan D-III, dan 2 orang berpendidikan SMTA (Lampiran Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 222/U/1998 Tanggal 7 September 1998 dan Lampiran Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0686/0/1991 Tanggal 30 Desember 1991).
Keandalan personil atau pegawai pelaksana administratif di perguruan tinggi dapat dilihat (diukur) dari kemampuannya melakukan pekerjaannya secara konsisten, akurat dan mau melaksanakan tugasnya masing-masing dengan memperhatikan prosedur dan metode yang baik dan efisien. Pegawai unsur pelaksana administratif itu juga harus memiliki performansi yang baik, yaitu menampakkan kesehatan, keramahan, kecekatan, kerapian, dan kecerdasan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Kualitas layanan pelaksana administratif juga dilihat dari dayatanggap (responsiveness) pegawai dalam melayani pemakai jasanya. Pegawai yang responsif memahami kebutuhan pihak lain dan berusaha memenuhi kebutuhannya ketika data, informasi, dan perbekalan dibutuhkan. Pengguna layanan administratif hendaknya segera dilayani, jangan sampai mereka harus menunggu lama untuk dilayani.
Dimensi kepastian kualitas pelayananan pelaksana administratif perguruan tinggi menunjuk pada gejala di mana pemakai jasa mengharapkan personil pelaksana administratif sopan dan terpelajar, menampilkan kepercayaan dan keyakinan diri dalam tindakan dan penampilannya ketika menjalankan fungsi dan tugas administratif yang menjadi tanggungjawabnya.
Sedangkan unsur empati menunjuk pada perhatian personil administrasi yang tulus terhadap para pemakai jasa dan kebutuhannya ketika mereka memberikan pelayanan administratif baik bantuan komunikasi, data, informasi, dan fasilitas kerja (harta benda) di dalam penyelenggaraan, manajemen, dan operasional perguruan tinggi.
2. Upaya yang Dapat Dilakukan Manajemen
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa menurut Edwards Deming (McLeod,1996:103) yang menentukaan kualitas adalah manajemen, dan bukan pekerja. Penulis sependapat dengan Deming karena alasan berikut: pertama, di dalam teori manajemen, manajemen atau pimpinan di dalam organisasi merupakan nahkoda yang menentukan arah atau tujuan dan kegiatan organisasi, menggerakkan pegawai, fasilitas atau semua unsur yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan. Kedua, karena fakta kultur organisasi di manapun, termasuk di Indonesia yang masyarakatnya bersifat paternalistik menunjukkan bahwa pekerja dan pejabat di tingkat bawah tunduk pada kebijakan pimpinan. Dengan demikian manajemen perguruan tinggi pulalah yang menentukan kualitas perguruan tinggi, termasuk di dalamnya kualitas pelayanan unsur pelayanan administratifnya.
Dalam tulisan ini, yang dimaksud manajemen adalah unsur pimpinan perguruan tinggi dan pejabat yang membawahi langsung unsur pelaksana administratif di perguruan tinggi. Ini sesuai dengan tingkat-tingkat manajemen yang dikenal dalam setiap macam organisasi (McLeod,1996:8), termasuk perguruan tinggi. Pimpinan perguruan tinggi: rektor, ketua, atau direktur dan para pembantunya adalah manajer pada tingkat tertinggi pada hirarkhi organisasi perguruan tinggi. Dekan dan pembantu dekan adalah manajer tingkat menengah. Sedangkan kepala biro atau kepala bagian administrasi adalah manajer tingkat bawah yang bertanggungjawab langsung atas pelaksanaan (operasionalisasi) fungsi administratif perguruan tinggi.
a. Upaya Pimpinan Perguruan Tinggi
Pimpinan perguruan tinggi (rektor, ketua, direktur) adalah penanggungjawab utama perguruan tinggi di samping melakukan arahan serta kebijaksanaan umum, juga menetapkan peraturan, norma dan tolok ukur penyelenggaraan perguruan tinggi atas dasar keputusan senat perguruan tinggi. Pimpinan perguruan tinggi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh pembantu rektor untuk universitas/institut, pembantu ketua untuk sekolah tinggi, dan pembantu direktur untuk politenik/akademi; dekan dan pembantu dekan di tingkat fakultas (PPRI Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 29 ayat 1 dan 3, serta Pasal 45).
Dikatakan bahwa manajer pada tingkat tertinggi hirarkhi organisasi berada pada tingkat perencanaan strategis (McLeod,1996:8). Penerapannya di perguruan tinggi, pimpinan perguruan tinggi mempunyai fungsi melaksanakan perencanaan strategis yang menyangkut semua unsur, termasuk perencanaan strategis bidang administrasi. Dengan demikian pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya tersebut dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan pelaksana administratif dapat melakukan hal-hal berikut :
(1) Menentukan arah, tujuan atau sasaran, kegiatan, fungsi dan tugas dari pelayanan administrasi dari setiap unit yang ada di perguruan tinggi yang menyangkut layanan informasi dan fasilitas kerja perguruan tinggi. Karena penyediaan data dan informasi menjadi sasaran kerja pelaksana administratif, maka pimpinan perguruan tinggi dapat menjadikan ketersediaan data dan informasi dari setiap unsur yang lengkap, benar, relevan, dan up to date sebagai ukuran yang harus dipenuhi oleh masing-masing pelaksana administratif. Tentang macam-macam data yang perlu ada di perguruan tinggi dapat diacu pedoman tabulasi 79 data yang menyangkut berbagai hal, keadaan, aktivitas, fasilitas, dan personil di perguruan tinggi untuk keperluan akreditasi dari Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Menentukan dan menggerakkan kepala dan personil pelaksana administratif akan tanggungjawab mereka terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas unsur pelaksana administratif. Dalam memilih kepala biro atau kepala bagian administrasi, pimpinan perguruan tinggi harus mempertimbangkan kemampuan manajerial, hubungan manusia dan teknis administratif di samping kepangkatan kepegawaian. Sedangkan pegawai administratif juga harus dipilih orang-orang yang profesional atau berkeahlian di bidang administrasi. Untuk menggerakkan kepala dan personil administrasi dilakukan dengan pemberian gaji, tunjangan, dan insentif yang layak minimal sesuai peraturan yang berlaku.
(3) Menentukan fasilitas kerja yang bernilai strategis bagi pelaksana administratif dengan memperhatikan syarat kelengkapan, kecukupan, kebaikan, dan kesesuaian kebutuhan dan perkembangan teknologi perkantoran.
Dalam melaksanakan tugas, pimpinan perguruan tinggi dibantu oleh para pembantu, yaitu pembantu rektor untuk universitas dan institut, pembantu ketua untuk sekolah tinggi, dan pembantu direktur untuk politektik dan akademi (Pasal 29). Pembantu rektor terdiri dari pembantu rektor bidang akademik, pembantu rektor bidang administrasi umum, dan pembantu rektor bidang kemahasiswaan (Pasal 36). Di perguruan tinggi berbentuk universitas dan institut, di tingkat fakultas, dekan dibantu oleh pembantu dekan bidang akademik, pembantu dekan bidang administrasi umum, dan pembantu dekan bidang kemahasiswaan mempunyai tanggungjawab membina tenaga administrasi dan administrasi fakultas. Dekan bertanggungjawab kepada rektor (Pasal 46). Dalam struktur manajemen organisasi, dekan yang memimpin fakultas di perguruan tinggi berbentuk universitas dan institut, dapat dikategorikan berada pada manajemen tingkat menengah atau midle management yang berfungsi mengendalikan pelaksanaan keputusan manajemen di atasnya (rektor), dalam hal ini yang menyangkut usaha pimpinan universitas dan institut dalam meningkatkan kualitas pelayanan pelaksana administratif di fakultasnya masing-masing.
Pembantu ketua di sekolah tinggi terdiri dari pembantu ketua bidang akademik, pembantu ketua bidang administrasi umum, dan pembantu ketua bidang kemahasiswaan (Pasal 60). Pembantu direktur di politeknik dan akademi terdiri dari pembantu direktur bidang akademik, pembantu direktur bidang administrasi umum, dan pembantu direktur bidang administrasi kemahasiswaan (Pasal 75 dan 88).
Dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan administratif, pembantu rektor, pembantu ketua, dan pembantu direktur masing-masing bidang membantu pimpinan dalam memimpin pelayanan akademik, administrasi umum, dan pelayanan kemahasiswaan (Pasal 38, 62, 77). Ini berarti bahwa melalui fungsi kepememimpinannya ini, setiap pembantu pimpinan perguruan tinggi tersebut juga menentukan kualitas pelayanan pelaksana administratif.
Sebagai pejabat administratif, setiap pembantu pimpinan harus memperhatikan dan melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan setiap satuan pelaksana administratifnya masing-masing. Pembantu pimpinan bidang akademik yang mempunyai kaitan langsung dengan biro atau bagian akademik harus terus melakukan pengarahan dengan melakukan pemotivasian, komunikasi, ketrampilan interpersonal, dinamika kelompok dan tim kerja, inovasi dan perubahan terencana sebagai bentuk pelaksanaan fungsi pengarahan atau kepemimpinannya (Schermerhorn,2000:1). Demikian pula pembantu pimpinan bidang administrasi umum harus melakukan fungsi pengarahan atau kepemimpinan tersebut kepada jajaran biro dan bagian administrasi umum yang meliputi urusan kepegawaian, keuangan, perbekalan, surat-menyurat dan kearsipan. Demikian pula pembantu pimpinan bidang kemahasiswaan juga harus melakukan fungsi memimpin tersebut atas jajaran biro atau bagian administrasi kemahasiswaan.
b. Usaha Kepala Biro dan Kepala Bagian
Kepala biro atau kepala bagian administrasi perguruan tinggi adalah pejabat yang membawahi atau mengelola langsung setiap unsur pelaksana administratif di perguruan tinggi. Kepala biro dan kepala bagian administrasi diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada pimpinan perguruan tinggi. (Pasal 55,71,84, dan 97). Dengan demikian secara hirarkhis organisasi, seperti dikatakan di atas, kepala biro atau kepala bagian administrasi adalah manajer tingkat bawah yang bertanggungjawab langsung atas pelaksanaan (operasionalisasi) fungsi administratif perguruan tinggi di satuannya masing-masing kepada pimpinan perguruan tinggi. Seperti dikemukakan di atas pula, bahwa di setiap perguruan tinggi terdapat beberapa unsur pelaksana administratif seperti biro atau bagian administrasi akademik, kemahasiswaan, dan administrasi umum, dan setiap biro atau bagian dipimpin oleh seorang kepala.
Menurut pendekatan fungsi-fungsi manajemen, seorang kepala biro atau kepala bagian administrasi adalah seorang manajer yang mempunyai tanggungjawab melaksanakan fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas fungsi, tugas-tugas, pegawai, perbekalan, keuangan, dan lingkungan kerjanya; ataupun melaksanakan peran manajerial seperti peran pengambilan keputusan, informasional, dan interpersonal seperti yang dikemukakan Mintzberg (McLeod,1996:11).
Oleh karena kepala biro dan kepala bagian administrasi itu dalam tingkatan manajemen termasuk pada tingkatan operasional atau tingkat bawah (bandingkan dengan McLeod,1996:9), maka setiap kepala biro dan bagian administrasi harus lebih banyak berkonsentrasi pada tataran pelaksanaan kerja administrasi yang menjadi urusannya masing-masing seperti administrasi akademik, kemahasiswaan, dan administrasi umum sehari-hari. Artinya, mereka lebih fokus untuk mengimplementasikan kebijakan pimpinan, mengurus kebutuhan komunikasi, informasi, dan fasilitas kerja (harta benda) organisasi untuk membantu pimpinan dan unsur perguruan tinggi lainnya, dan memberikan pelayanan administrasi menurut bidang urusannya masing-masing.
Dari uraian di atas dapat dikatakan setiap pimpinan, pembantu pimpinan, dan kepala biro atau bagian administrasi perguruan tinggi menentukan tingkat kualitas pelayanan administratif perguruan tinggi melalui fungsi manajemen dan peran manajerialnya. Agar para pejabat tersebut dapat memberikan sumbangan yang optimal melalui fungsi ataupun perannya, maka mereka harus terus memelihara dan meningkatkan kemampuan manajemen dan kepemimpinannya yang dalam tulisan ini dipandang sebagai faktor-faktor yang mempunyai kaitan dengan tingkat kualitas pelayanan administratif di setiap perguruan tinggi.

a. Kemampuan Manajemen
Kemampuan manajemen adalah kemampuan yang dimiliki oleh manajer dalam menjalankan fungsi manajemen sehingga dapat menggerakkan bawahan atau pegawainya untuk melaksanakan tugas dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam rangka memberikan pelayanan komunikasi, warkat dan harta benda perguruan tinggi kepada semua unsur yang ada di perguruan tinggi.
Chung dan Megginson (1981:280) mengatakan “Managership is the authority to carry out these management functions”. Kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan ini oleh Handoko (1988) disebut dengan kemampuan administratif.
Pimpinan, pembantu pimpinan perguruan tinggi dan kepala biro atau bagian administrasi perguruan tinggi harus memimiliki kemampuan manajemen, baik kemampuan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Kemampuan ini akan membuat mereka dapat menggerakkan para bawahan dan pegawainya dalam mengerahkan fasilitas untuk melaksanakan tugas pelayananan administratif kepada semua unsur di dalam perguruan tinggi dan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Dengan kemampuan perencanaannya, para pimpinan perguruan tinggi dan kepala biro atau bagian administrasi dapat menyusun rencana dan program kerja harian (rutin) dan insidental sesuai kebutuhan, yang menjadi pedoman kerja bagi bawahan dan pegawainya dalam menjalankan fungsi dan tugas-tugas administratif menurut urusannya masing-masing.
Dengan kemampuan pengorganisasian, mereka dapat melakukan spesialisasi, departementalisasi, dan pendelegasian wewenang. Spesialisasi adalah pembagian pekerjaan ke dalam fungsi dan tugas yang diserahkan kepada sekelompok atau setiap pegawai sehingga setiap kelompok atau individu pegawai memiliki tugas tertentu yang harus dilakukan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan tugas secara efektif, efisien atau berkualitas karena kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaannya untuk melaksanakan tugas tertentu setiap hari dan terus menerus (berulang, repetitif). Departementalisasi adalah penyusunan struktur organisasi yang menghasilkan susunan organisasi, bagan struktur organisasi, hubungan kerja, sistem pertanggungjawaban dan pelaporan. Kaitannya dengan spesialisasi organisasi kantor adalah bahwa fungsi layanan administratif seperti administrasi akademik, administrasi kemahasiswaan, administrasi umum dan lain-lainnya di perguruan tinggi secara organisatoris terwadahi dalam setiap bagian sebagai satuan organisasi pelaksana administratif.
Biro atau Bagian administrasi seperti administrasi akademik, administrasi kemahasiswaan, administrasi umum dan lainnya dipimpin oleh seorang kepala dan mempunyai bawahan atau pegawai yang masing-masing mempunyai tugas-tugas administratif tertentu. Dengan kemampuan departementalisasinya ini pimpinan/kepala dapat menjamin bahwa fungsi dan tugas-tugas dari bawahan dan pegawainya dapat terlembaga, mereka mengetahui keberadaannya, fungsi dan tugasnya dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain yang ada di perguruan tinggi, di samping memahami sistem pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan tugas, yang dapat digunakan untuk menjamin kebaikan kualitas pelayanan administratif di perguruan tinggi. Di samping itu, bawahan dan pegawai bagian administrasi di perguruan tinggi akan mantap, bersemangat atau termotivasi dan penuh komitmen dalam menjalankan fungsi dan tugas-tugas pelayanannya karena secara formal mereka memiliki wewenang (otoritas). Oleh karena itu, pendelegasian atau pemberian wewenang dari pimpinan atau atasan kepada bawahan dan pegawai menjadi sarana formal dan pegangan mereka untuk melaksanakan fungsi dan tugas. Dengan demikian, kemampuan pimpinan perguruan tinggi, kepala biro atau bagian administrasi untuk mendelegasikan wewenang kepada bawahan dan setiap pegawainya menjadi faktor yang harus diperhitungkan pula dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pelayanan administratif sebab dengan wewenang yang diterimanya bawahan dan pegawai mempunyai rasa keterikatan wajib melaksanakan tugas dan bertanggungjawab.
Pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya, serta kepala biro dan bagian administrasi di setiap perguruan tinggi mempunyai tanggungjawab dan fungsi pengarahan untuk menjamin setiap bawahan dan pegawai mau (berkehendak) melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan yaitu memberikan pelayanan administratif, komunikasi, warkat, dan harta benda yang berkualitas kepada unsur-unsur di perguruan tinggi. Termasuk dalam hal ini adalah kemampuan memberikan pemecahan masalah teknis pelaksanaan pekerjaan kantor apabila bawahan dan pegawai mengalami kesulitan atau menemui kendala yang menghambat pelaksanaan tugas pelayanan administratif.
Sedangkan kemampuan pengawasan dari pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya serta kepala biro dan bagian administrasi diperlukan untuk memastikan dan menjamin bahwa bawahan dan pegawainya melaksanakan fungsi dan tugas pelayanan administratif dengan kualitas yang baik, seperti yang diharapkan. Kemampuan pengawasan ini tercermin dari pemahaman mereka tentang standar proses, metode dan hasil pelaksanaan tugas yang diperlukan dalam menjalankan fungsi pengawasan baik sebelum, sedang, maupun setelah pelaksanaan pekerjaan administratif. Pemahaman tentang standar kerja perlu untuk dapat melakukan evaluasi dan tindakan koreksi secara obyektif terhadap kenyataan pelaksanaan pekerjaan bilamana diperlukan.

b. Kemampuan kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang lain yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan (Chung dan Megginson,1981:280). Pimpinan perguruan tinggi dan para pembantunya, kepala biro dan bagian administrasi perguruan tinggi perlu memiliki kemampuan kepemimpinan untuk mempengaruhi para bawahannya atau pegawai administrasi agar mereka mau melaksanakan tugas-tugas pelayanan komunikasi, warkat, dan harta benda organisasi perguruan tingginya.
Pendekatan perilaku kepemimpinan yang dikembangkan oleh The University of Michigan Studies mengidentifikasi dua perilaku pemimpin, yaitu pemimpin yang terpusat pada pekerjaan (the job-centered leader) dan pemimpin yang terpusat pada pegawai (the employee-centered leader). Sedangkan model The Managerial Grid yang dikembangkan Blake dan Mouton menggantikan dikotomi dua dimensi kepemimpinan dengan mengatakannya sebagai manajer yang menaruh perhatian pada orang (concern for people) dan produksi (concern for production) dalam rangka mencapai hasil kerja yang efektif (Chung dan Megginson,1981:286-287).
Dari studi Universitas Michigan serta studi Blake dan Mouton tersebut, dapat dikatakan bahwa perilaku pemimpin (manajer) berorientasi pada tugas dan bawahan/pegawai sebagai dimensi-dimensi dari kemampuan kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya, serta kepala biro dan bagian administrasi perguruan tinggi.
Perilaku pemimpin atau manajer kepada bawahan menunjukkan gaya kepemimpinan yang berulang-ulang diperlihatkan oleh pemimpin melalui tindakan-tindakannya kepada bawahan ketika melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Perilaku berorientasi tugas dari seorang pimpinan dapat dilihat dari perhatiannya yang tinggi dalam hal-hal sebagai berikut :
- Merencanakan dan menentukan pekerjaan yang harus dilakukan
- Memberikan tanggungjawab/tugas kepada bawahan dan pegawai.
- Menentukaan standar-standar pekerjaan yang jelas.
- Mendorong bawahan dan pegawai dalam penyelesaian tugas.
- Memonitor kinerja bawahan dan pegawai secara sungguh-sungguh.
Sedangkan perilaku berorientasi hubungan dari seorang pimpinan dapat dilihat dari perhatiannya yang tinggi dalam hal-hal sebagai berikut :
- Bersikap hangat atau akrab dan mendukung para bawahan dan pegawai (pengikut).
- Mengembangkan hubungan sosial dengan para bawahan dan pegawai.
- Menghormati perasaan bawahan dan pegawai.
- Peka terhadap kebutuhan bawahan dan pegawai.
- Menunjukkan kepercayaan pada bawahan dan pegawai.
Pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya beserta kepala biro dan bagian dari pelaksana administratif perguruan tinggi yang mempunyai perilaku berorientasi tugas dan hubungan yang tinggi, dapat membawa dampak yang tinggi pula pada kualitas pelayanan pelaksana administratif yang dilakukan para bawahan dan pegawainya. Dengan perilaku orientasi tugasnya yang tinggi, mereka mampu memberikan tugas, tanggungjawab, standar kerja yang jelas bagi bawahan dan pegawai. Dan dengan perilaku orientasi hubungan yang tinggi, mereka dapat memotivasi bawahan dan pegawainya untuk melaksanakan tugas pelayanan administratif yang berkualitas tinggi.
Oetomo (2002:7) juga menyebutkan bahwa manajer perlu memiliki visi, etika, dan kepekaan menanggapi keanekaragaman budaya. Dalam hal ini kepemilikan visi ditandai dengan pemahaman dan kemampuan pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya, serta kepala biro dan bagian administrasi untuk mengambil manfaat dari kemajuan teknologi komputer, telekomunikasi seperti internet, agar organisasinya menjadi lebih hidup dan dapat dengan cepat melakukan reaksi terhadap kenyataan, tuntutan dan perubahan yang terjadi.
Pemahaman etika oleh mereka menjadi hal penting pula karena berbagai keputusan dan tindakan yang dibuat pimpinan, pembantu pimpinan perguruan tinggi, kepala biro dan bagian administrasi memiliki pengaruh yang luas di dalam maupun di luar organisasi, dan oleh karena itu mereka harus memikirkan berbagai nilai dan etika ketika berhubungan dengan atasan, bawahan, pengguna jasa administratif, pemanfaatan penerapan teknologi informasi dan dampaknya yang akan muncul.
Pemahaman terhadap budaya atau kebiasaan dari orang-orang, atasan, teman sekerja, bawahan dan setiap pengguna jasa administratif perlu dimiliki oleh pimpinan perguruan tinggi dan pembantunya, beserta kepala biro dan bagian administrasi, sebab dengan pemahaman ini mereka dapat mempengaruhi bawahan dan pegawainya untuk dapat melayani kebutuhan administratif berbagai pihak yang membutuhkan dengan baik dan memuaskan.
C. Kesimpulan
Dari pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan pelaksana administratif di perguruan tinggi baik dari segi wujud, keandalan, daya tanggap, kepastian dan empati dalam memberikan pelayanan komunikasi, warkat, dan harta benda bagi kepentingan unsur-unsur perguruan tinggi, mahasiswa dan masyarakat, pihak manajemen perguruan tinggi dapat melakukan usaha tertentu. Manajemen perguruan tinggi yang terkait langsung dengan peningkatan kualitas pelayanan pelaksana administratif adalah pimpinan perguruan tinggi (rektor, ketua, direktur) dan pembantu-pembantunya di bidang akademik, kemahasiswaan, dan administrasi umum sebagai manajer yang memiliki posisi tingkat atas manajemen perguruan tinggi; dekan dan pembantu dekan di fakultas yang berada pada manajemen tingkat menengah; serta kepala biro dan bagian administrasi yang berada pada manajemen tingkat bawah yang langsung bertanggungjawab atas operasi pelayanan administrasi perguruan tinggi.
Pimpinan dan pembantu pimpinan perguruan tinggi dapat berusaha melakukan perencanaan strategis pelayanan administratif dengan menentukan tujuan, aktivitas dan fungsi setiap satuan administrasi; menentukan kepala biro, kepala bagian, dan pegawai administrasi berikut persyaratannya; dan penentuan fasilitas yang bernilai strategis yang dibutuhkan untuk peningkatan pelayanan administratifnya. Dekan dan pembantunya yang berada pada posisi manajemen tingkat menengah melakukan pengendalian pelaksanaan keputusan pimpinan universitas atau institut atas kebijakan yang menyangkut unsur pelaksana administratif perguruan tinggi di tingkat fakultas. Sedangkan kepala biro dan bagian administrasi sebagai penanggungjawab operasional pelayanan administratif perguruan tinggi dapat mengusahakan peningkatan kualitas pelayanan pelaksana administratif perguruan tinggi dengan melakukan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian operasional; serta pelaksanaan peran pengambilan keputusan, informasional, dan interpersonal dalam tanggungjawabnya memberikan pelayanan komunikasi, warkat, dan harta benda atau fasilitas kerja yang dibutuhkan setiap unsur perguruan tinggi, mahasiswa, dan masyarakat yang dilayani sesuai bidang pelayanannya masing-masing. Kemampuan manajemen dan kemampuan kepemimpinan yang dimiliki oleh unsur pimpinan, para pembantu pimpinan perguruan tinggi, dekan dan pembantunya, kepala biro dan bagian administrasi menentukan kualitas pelayanan unsur pelaksana administratif di setiap perguruan tinggi.




Daftar Pustaka

Chung, Kae H., Leon C. Megginson, (1981), Organizational Behavior, Developing Managerial Skills, New York, Harper & Row Publishers.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (1999), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Handoko, Hani T., (1988), Manajemen, Yogyakarta, AMP-YKPN, BPFE.
Hornby, AS., (1986), Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press.
McLeod, Raymond, Jr., (1996), Sistem Informasi Manajemen, Jilid I, Edisi Indonesia, Jakarta, PT. Prenhallindo.
Oetomo, Budi Sutedjo Dharma, (2002), Perencanaan & Pembangunan Sistem Informasi, Yogyakarta, Penerbit ANDI
Sekretariat PP-BMPTSI, (1992), Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pendidikan Tinggi Di Indonesia, Jakarta
Schermerhorn, John R., (2000), Manajemen, Buku 2, Edisi Bahasa Indonesia, Jhon Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd., Yogyakarta, Penerbit ANDI
The Liang Gie, (1988), Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta, Penerbit Supersukses & Nur Cahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar